Senin, 02 Februari 2009

JANGAN HITUNG USIAMU…


Kata orang,
Jangan hitung usiamu dengan tahun, melainkan dengan senyum,
Jangan hitung hidupmu dengan air mata, melainkan dengan sahabat


Begitulah quote yang selalu kuingat setiap menjelang hari atau tanggal kelahiranku. Quote itu seolah mengingatkanku untuk tidak lupa bersyukur atas semua yang telah Tuhan berikan padaku. Berkat yang telah kuterima, teman dan sahabat yang kupunya dan keluarga yang kumiliki. Semua yang terbaik telah Tuhan sediakan untukku. Aku tidak perlu menghitung usiaku dengan angka atau tahun ataupun menghitung hidupku dengan airmata dan kesedihan. Aku tidak perlu menghitung tahun-tahun yang telah aku lewati, tapi lebih baik menghitung saat-saat yang indah. Hidup memang tidak diukur dengan banyaknya nafas yang aku hirup, melainkan dengan saat-saat dimana aku menarik nafas bahagia.

Menurut Samuel Ullman, Muda bukan suatu masa kehidupan, dia merupakan suasana pikiran, dia bukan soal merahnya pipi dan bibir atau kelenturan lutut melainkan masalah kemauan, kualitas imajinasi, ketegaran emosi, kebugaran denyut-denyut kehidupan. Muda berarti keunggulan perangai, berani melawan kelesuan semangat, keunggulan daya juang menantang kesukaan bersenang-senang. Hal ini bisa dimiliki oleh manusia usia 60 tahun daripada remaja 20 tahun. Tak seorangpun menjadi tua hanya karena sejumlah angka tahun. Kita menjadi tua renta karena membuang cita-cita. Tahun-tahun bisa mengerutkan kulit badan, tetapi membuang gelora semangat bisa membuat jiwa keriput berkerut. Keresahan, kekawatiran, rasa tidak percaya diri bisa merundukkan hati dan meluruhkan semangat serata debu tanah. Entah 60 atau 16 tahun, di dalam hati setiap manusia terdapat rindu akan keajaiban dan seperti pula kanak-kanak adapula napsu akan apa yang bakal datang serta kegembiraan akan permainan hidup. Di dalam pusat hatimu dan hatiku ada suatu stasiun tanpa kawat. Selama dia menerima pesan-pesan keindahan, harapan, keceriaan, keberanian serta kekhawatiran dari manusia dan dari Yang Mahakuasa. Bila antenna-antena diturunkan dan semangatmu ditutupi salju sinisme serta es pesimisme, maka kamu akan menjadi tua kendati masih berusia 20-an. Tetapi selama entena-antenamu tegak menjulang untuk menangkap gelombang-gelombang optimisme, masih ada harapan bahwa kamu mungkin mati muda pada usia 80 tahun.

Quote dari Samuel Ullman tersebut mengingatkan aku, tentang kisah seorang dukun tua di daerah Ubud, Bali yang pernah kubaca dalam sebuah novel Eat, Pray, Love (by Elizabeth Gilbert). Ketika dukun tua tersebut ditanya tentang usianya, dia tidak pernah bisa menjawab berapa usianya, karena dia memang tidak tahu tahun berapa tepatnya dia dilahirkan, yang dia tahu hanya hari kelahirannya saja. Kemudian dia mengatakan bahwa ketika hatinya gembira, dia merasa bahwa dirinya masih muda, tetapi ketika hatinya sedang sedih atau resah, dirinya merasa sudah sangat tua. Simple sekali kan?! Tapi bener juga ya.. muda atau tua itu tidak dilihat dari jumlah usia atau angka tahun, melainkan suasana pikiran, perasaan dan semangat yang ada dalam diri kita.

Jadi pada akhirnya aku memang tidak perlu menghitung umurku,
aku hanya perlu bersyukur pada Tuhan,
Syukur untuk semua berkat yang sudah aku terima
Syukur untuk keluarga yang kumiliki, teman serta sahabat yang kupunya
Syukur karena aku masih bisa bersyukur



1 komentar:

  1. Supaya semangat "Kemudaan"-mu itu tetap terjaga, maka sayangilah yang lebih muda. Karena dengan melihat tongkah-polah mereka hidup kita serasa masih panjang. Karena mereka adalah "garansimu"... artinya kalau kita suatu saat di "Return" kembali kepada "Yang Membuat", merekalah penggantinya.

    BalasHapus